Mengurus Penghapusan Roya dan Meningkatkan Status HGB menjadi HM di BPN kota Semarang

 "Kata bu Steve, ngurus cabut roya cuma Rp 50.000 lho," kata Mama saya.


"Masa sih, Ma? Bu Steve ngurus sendiri?" tanya saya, gak percaya. Bu Steve adalah karibnya Mama saya.


"Iya," jawab Mama.


Saya pun coba googling, cek pengalaman orang-orang terkait biaya dan prosedur pengurusan penghapusan roya. Tapi infonya beda-beda.


Akhirnya saya bertekad untuk mencoba mengurus sendiri ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Saya dapat info bahwa selama pandemi, pelayanan BPN hanya dari jam 08.00 - 11.00 wib. Maka hari Rabu tanggal 15 September 2021 pukul 10.00 wib saya berangkat dari rumah.


Sayangnya saya pake mampir ke tempat fotocopy dulu. Saya copy sertifikat HGB, sertifikat hak tanggungan, surat keterangan roya, serta akta jual beli. Nanti jika dokumen-dokumen asli ditarik, setidaknya saya punya copy nya, gitu sih pikiran saya. Pfiuh, ternyata ini makan waktu 20 menit sendiri (mana gak kepake pula. Wkwkwk) 😥 Jadilah kami sedikit terburu-buru menuju kantor BPN kota Semarang di jalan Ki Mangunsarkoro. Takut udah tutup.


ROYA


Roya adalah sebuah surat yang menyatakan bahwa rumah atau tanah kita masih berada dalam tanggungan bank/pihak ketiga. Jadi surat Roya ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kalau beli cash ya gak pake roya.


Saat kita sudah lunas KPR, maka bank akan memberikan akta jual beli asli, sertifikat HGB (atau HM) asli, sertifikat hak tanggungan asli, fotocopy IMB dan surat permohonan penghapusan/pencabutan hak tanggungan. Rada aneh sih yaa. Yang ngajuin roya ke BPN kan pihak bank, tapi giliran harus cabut...ee...kita yang disuruh cabut sendiri 😅


Surat Roya dari Bank


MENGHAPUS ROYA


Pukul 11.10 wib kami tiba di kantor BPN. Suasana cenderung lengang.


"Permisi. Kalau mau cabut roya kemana ya?" Saya bertanya pada satpam yang ada di dekat gerbang.


Pak satpam mengatakan bahwa saya bisa masuk melalui pintu di gedung yang tengah. Tak lupa saya diingatkan untuk cuci tangan dulu. Ah..senangnya. Saya sudah khawatir kalau kesiangan. Rupanya mereka tutup jam 12.00 wib. Jadi saya gak telat. Yeaaay.


Memasuki gedung BPN --yang sepertinya baru kelar direnovasi--, saya langsung di sambut petugas di dekat mesin antrian. Saya ditanya keperluannya apa, lalu saya jawab mau cabut roya tapi ini mau menanyakan prosedurnya dulu. Petugas menekan tombol di layar antrian, memberikan nomor antrian ke saya, lalu mempersilahkan saya ke loket di ujung kiri. Disana saya bisa minta formulir pengurusan roya.


Setelah mengucapkan terima kasih, saya menuju pojok yang dimaksud. Disitu saya harus mengisi data diri dulu di sebuah buku besar, lalu petugas menyerahkan map warna pink.


"Udah pak?" Saya melihat tulisan GRATIS di map sih. Tapi kan siapa tau ada biaya lagi, jadi saya nanya untuk memastikan dong.


"Udah," jawab petugasnya.


"Wow. Beneran gratis euy," batin saya.

Map pink dan 1 lembar formulir di dalamnya


Belum kelar mengisi formulir dalam map pink, eee...nomor saya dipanggil. Dengan tergopoh-gopoh saya menuju ke loket A. Loket A ini adalah tempat kita bertanya, konsultasi dan mencari informasi.


Saya jelaskan pada mas petugas bahwa saya bermaksud cabut roya, dan setelah itu saya bermaksud meningkatkan status hak rumah saya dari HGB (Hak Guna Bangunan) menjadi HM (Hak Milik).


Si mas dengan ramah memberikan kertas kecil berisi persyaratan cabut roya dan pengurusan HM kepada saya. Saya benar-benar puas karena si mas tampak santai menghadapi pertanyaan-pertanyaan saya, gak kelihatan buru-buru pengen udahan gitu. Bikin saya bisa konsultasi dengan nyaman.

Syarat dan cara menghapus roya


Setelah informasi yang saya terima cukup jelas, saya kembali ke bagian antrian untuk mengambil nomor antrian pemberkasan sambil meneruskan mengisi formulir map pink yang tadi belum tuntas.


Tidak perlu menunggu lama, paling 5 menit, nomer saya dipanggil. Loket untuk mendaftarkan berkas ada di loket B. Saya disambut oleh mbak petugas yang cantik, namanya mbak Silvi. Ia meminta map pink, formulir, dan memeriksa syarat-syarat yang saya masukkan di map (sertifikat hgb asli, sertifikat hak tanggungan asli, surat roya asli, dan fotocopy ktp saya selaku pemilik sertifikat). Ia juga meminta ktp asli saya untuk dicocokkan dengan fotocopynya, lalu menuliskan keterangan di bawah fotocopy KTP bahwa sudah dicocokkan dan sesuai dengan aslinya.


Mba Silvi juga memeriksa data di sertifikat serta mencocokkan dengan formulir yang saya isi. Ini juga cepet sih. Paling 5 menit. Lalu saya diminta menunggu dulu di kursi tunggu. Mungkin si mbak lebih leluasa kerjanya kalo posisi saya rada jauh kalik ya...gak tepat di depan dia.hihi.


"Ibu Martha." Mba Silvi memanggil.


"Iya, Mba," jawab saya.


"Maaf, Bu. Ini rupanya buku tanah ibu belum ter-entry. Ibu bisa membawa map ini ke mas yang di ujung sana, sampaikan bahwa entry buku tanah roya tidak ada. Nanti jika sudah, ibu bisa kembali ke saya lagi ya bu," jelas mbak Silvi sambil menyerahkan map pink.


"Ok! Siyap, Kakak!" jawab saya. Dalam hati tapi.


Saya menuju loket pelayanan paling ujung, loket 1B. Ada mas Yogi disana. Tapi masih ada seorang bapak yang konseling dengan mas Yogi, jadi saya nunggu dulu. Setelah si bapak pamit, saya langsung duduk di kursi yang ditinggalkan si bapak. Saya sampaikan ke mas Yogi seperti apa yang diminta mba Silvi tadi.


Mas Yogi langsung sat set sat set ngerjain sertifikat saya. Saya pun kembali menunggu. Tapi disini nyaman sih nunggunya. Ruangannya cukup luas, lengang, dan adem. Saya lihat di dekat toilet juga ada arena bermain kecil. Buat yang bawa anak mungkin ya, biar anaknya gak bete nungguin ortunya.

Loket 1B gak kefoto. Tapi kelihatan kan disitu ada nama Yogi.
Loket pos ada di sebelahnya mas Yogi.


Pintu yang kiri itu ruang laktasi. Nah, pojok pengambilan formulir dan map ada di belakang pot tanaman.


Jam sudah mendekati pukul 12.00 wib. Udah tinggal segelintir orang di ruang pelayanan. Pintu utama juga sudah dirantai. "Lha, keluarnya gimana ini?" Mata saya jelalatan mencari pintu keluar.


"Mas, itu udah digembok ya pintunya?" tanya saya.


"Iya, Ibu. Nanti kalau mau keluar lewat samping sini." Mas Yogi menunjuk area bermain. Meski masih bingung, saya ah oh aja.


Tak lama kemudian mas Yogi menyerahkan kembali dokumen milik saya, lalu saya balik ke tempat mba Silvi lagi.


Mba Silvi tampak mengetik sesuatu di komputer. Beberapa menit kemudian ia menyerahkan selembar kertas bertuliskan SPS (Surat Perintah Setor).


"Ibu, silahkan membayar di kantor pos, atau lewat bank, atau juga bisa lewat tokopedia," katanya sambil menunjuk bagian bawah lembar SPS yang berisi nomor kode pembayaran simponi. Saya perhatikan di surat tersebut terpampang jelas biaya (Rp) 50.000.


Yang ditimpa tinta merah adalah 15 digit kode billing/pembayaran 


"Di sebelahnya mas Yogi tadi ada loket kantor pos, kalau belum tutup ibu bisa membayar di situ. Nanti jika sudah membayar, 2 minggu lagi ibu datang kesini untuk mengambil dokumen yang sudah jadi," lanjut mba Silvi.


Saya mengucapkan terima kasih dan bergegas ke loket kantor pos, yang ternyata sudah tutup. Di dekat loket ada petugas yang dengan ramah mengarahkan kita ke pintu keluar. Kami melewati beberapa ruangan lalu keluar di sebelah kanan gedung.


Total waktu pengurusan dari mulai saya datang sampai selesai sekitar 45 menit. Tapi ini gak terasa lho. Menurut saya pelayanan di kantor BPN kota Semarang diluar ekspektasi. Saya merasa seolah sedang masuk ke bank, bukan ke kantor pemerintah. Beneran deh, seramah itu pelayanannya.


MEMBAYAR SIMPONI


Dalam perjalanan pulang, saya melewati sebuah kantor pos dan kami pun mampir untuk membayar penghapusan roya. Tapi entah karena eror atau sudah lewat jam nya, pembayaran gagal. "Biasanya 30 menit lagi bisa, Bu," jelas petugas pos.


Saya memutuskan pulang dan mencoba bayar via Tokopedia saja. Kebetulan punya poin juga. Lumayan kan bisa mengurangi total tagihan.


Saya buka aplikasi Tokopedia, masuk ke menu top-up dan tagihan, lalu saya scroll ke bawah cari Layanan Pemerintah, lalu klik Penerimaan Negara, lalu pilih Bayar PNBP. Masukkan kode pembayaran, klik Cek Tagihan, muncul deh rincian tagihannya.

(Kalau pas klik Cek Tagihan gak muncul apa-apa atau eror, tunggu 30 menit terus habis itu coba lagi).



Tadinya Martha pikir ada biaya admin, ternyata enggak lho. Bayarnya pas 50.000. Bahkan metode bayarnya bisa macem-macem dan bisa potong poin. Asyeeek. Gak sampai 5 menit udah kelar pembayaran hapus roya.


DARI HGB KE HM


Hari Rabu tanggal 29 September 2021, 2 minggu setelah pelunasan SPS, saya bersiap menuju kantor BPN untuk mengambil dokumen. Sesuai keterangan awal, saya cukup membawa SPS dan KTP asli untuk pengambilan. Saya juga mempersiapkan syarat-syarat untuk peningkatan dari HGB ke HM.

Syarat dan cara peningkatan dari HGB ke HM


Saya copy KTP, KK, IMB, PBB dan bukti lunasnya. Karena PBB saya nihil dan saya belum sempat ke kantor pajak untuk minta cap lunas, maka saya sertakan print dari web bapenda yang menyatakan bahwa PBB saya tahun 2021 ini lunas.


Oh iya, saat keluar rumah, saya foto dulu tampak depan rumah saya. Karena ini menjadi syarat di formulir permohonan. Foto rumah tersebut kemudian saya print di kertas A4.  Saya print 2 lembar: yang satu ukuran 1 halaman, dan yang satu lagi ukuran 1/4 halaman.

Saya print di selembar kertas A4, dan rupanya ini terlalu besar.Hahaha.
Print cukup 1/4 atau 1/5 halaman saja, sesuai lebar kolom di formulir.


Setelah dirasa lengkap, pukul 10.30 wib kami meluncur ke kantor BPN. Dua puluh tujuh menit kemudian kami sampai.


Kali ini sudah lebih pede melenggang masuk kantor BPN. Hehe. Seperti sebelumnya, saya mengambil nomor antrian untuk pengambilan dokumen penghapusan roya. Sementara saya menunggu dipanggil, suami menuju loket formulir untuk mengambil map pengajuan peningkatan hak dari HGB ke HM. Bagi tugas, biar cepet gitu. Map yang ini warnanya kuning. Gratis juga. Di dalamnya ada 3 lembar form.


Belum ada 5 menit, saya sudah dipanggil ke loket D. Mbak petugas meminta SPS dan KTP saya, lalu setelah memgembalikan KTP, saya dipersilahkan duduk dulu. Ini juga duduk cuma hitungan menit karena nama saya kembali dipanggil oleh si mbak.



Loket D, tempat pengambilan dokumen jadi


"Ini bu sertifikatnya. Sudah ditambahkan ya keterangan di bagian ini bahwa roya nya sudah dihapus (si mbak nunjuk lembar yang dimaksud). Di bagian ini juga sudah dicoret (si mbak menunjukkan lembar sebelumnya)." Si mbak lalu menyerahkan sertifikat HGB yang sudah direvisi itu ke saya.


Bagian yang dilingkari adalah keterangan soal penghapusan roya


"Terima kasih, Mba," kata saya.


Jika niatnya hanya cabut roya, maka inilah proses akhirnya. Tapi karena saya juga ingin memproses HGB jadi HM, maka langkah selanjutnya adalah mem-fotocopy sertifikat HGB yang sudah dihapus royanya ini.


Fotocopy nya gak sembarangan, tapi harus berupa buku. Suami keluar gedung BPN dan mencari tempat fotocopy di dekat Stadion. Menurut info dari pak petugas, warung fotocopy di sekitar kantor BPN sudah paham cara membuat copy sertifikat berupa buku.

Copy sertifikat berupa buku

Bikin gini habis Rp 5.000


Sambil suami keluar untuk fotocopy, saya mengisi 3 lembar formulir dalam map kuning. Sepuluh menit kemudian formulir sudah 80% terisi. Suami datang membawa fotocopy sertifikat dan juga materai sepuluh ribuan sebanyak 2 lembar. Materainya beli di loket pos dalam kantor BPN.


Lembar pertama



Lembar kedua. Foto rumah seharusnya ditempel di kolom yang besar itu.

Lembar ketiga


Kami menuju mesin antrian dan mengambil nomor untuk memasukkan berkas. Gak pake lama nomor saya dipanggil. Saya menuju loket 11B dan menyampaikan bahwa saya ingin mengajukan HGB menjadi HM.


Sama seperti pas ngurus roya kemarin, mbak petugas juga bertanya: "HGB nya masih berlaku, Bu?"


"Masih, Mba. Sampai 2028," jawab saya.


Saya serahkan map kuning beserta segala persyaratannya. Sambil saya tanyakan pula beberapa kolom di formulir yang saya agak bingung ngisinya.


Si mbak memeriksa dokumen-dokumen, dan tak lama kemudian menyerahkan SPS (Surat Perintah Setor) ke saya. Sama seperti cabut roya, ini juga bayarnya cuma 50.000 aja.


Waktu sudah menunjukkan pukul 11.42 wib. Saya lihat loket pos masih ada petugasnya. Bergegas saya menyerahkan SPS beserta uang 50.000 ke petugas pos. Gak sampai 1 menit udah beres. Kami pun melenggang meninggalkan kantor BPN sebelum pintu utamanya digembok 😁


Dari pengalaman di atas, saya bersyukur dan berterima kasih pada pemerintah khususnya kantor BPN kota Semarang yang sudah melayani dengan sigap. Gak ada calo, gak ada biaya siluman, bahkan keramahan petugasnya merata lho. Ramaaaaah semua. Selama 2x kesana belum ketemu yang judes bin ketus. Semuanya helpfull 😍


Sekarang saya tinggal menunggu 3 minggu untuk pengurusan sertifikat HM. Nanti diupdate disini kalau sudah jadi.


Tips kalau mau ngurus sertifikat di BPN kota Semarang:

1. Siap-siap susah parkir klo bawa mobil. Area ki mangunsarkoro ini sering penuh. Jadi parkirnya rada jauh gitu. Kalau naik motor kayaknya bisa deh nyempil-nyempil di depan kantor.


2. Bawa pulpen sendiri. Entah disini gak disediakan pulpen apa Martha yang gak tau, tapi lebih enak bawa pulpen sendiri.


UPDATE: Tepat 3 minggu SHM saya jadi. Langsung datang aja ke kantor BPN, gak perlu chat dulu.


Prosedurnya sama seperti pas ambil berkas cabut roya: ambil no antrian, menunjukkan ktp asli dan menyerahkan surat setoran. Udah deh. Lima menit kemudian diserahkan tu SHM.


Tadinya Martha pikir sertifikatnya baru. Ternyata sama kayak roya kemarin, ini sertifikat masih yang HGB tapi dicoret-coret jadi SHM 😅


Gapapa yang penting sah 😊


Komentar