Saya Tidak Bakat Dagang

Setidaknya itulah yang saya yakini selama hampir 20 tahun. Dalam benak saya, pedagang itu ya seperti sales keliling, atau orang yang punya toko, atau orang yang jual beli kendaraan. Artinya ada barang yang diperjual-belikan. Dan saya merasa dari kecil sampai usia 30 tahun, saya tidak pernah menjual barang apapun. Itu artinya saya tidak bakat jualan. Iya kan?


Sampai suatu hari saya kok kepingin menulis di Facebook. Tak disangka, tulisan saya banyak yang like. "Oh. Berarti aku bakat nulis ya?" batin saya. Saya mulai merunut ke belakang. Lalu saya ingat bahwa sejak SD saya tuh suka nulis diary. Saya bisa menulis sampai berlembar-lembar.


"Kok waktu itu berhenti nulis diary kenapa ya?" Saya coba mengingat-ingat.


Aha! Kegiatan menulis diary terhenti karena isinya dibaca oleh Mama saya. Hahaha. Padahal kan diarynya sudah saya gembok.  Saya merasa insecure deh jadinya. Sejak itu semangat menulis saya macet, saya kehilangan ide. Hal ini terbawa sampai kuliah. Setiap ada tugas mengarang, saya hanya mampu menulis setengah halaman saja.




Entah karena pas timingnya, atau karena perubahan pola pikir, ide-ide tulisan mendadak mengalir deras paska saya menginjak usia 31 tahun. Ditambah dukungan dari pembaca, makin semangat deh nulisnya.


Sekarang ini tak hanya di Facebook, saya juga sudah berani nulis di blog, nulis cerpen, nulis cerbung. Bahkan berani ikut lomba juga 😁



Saya meyakini bahwa tiap manusia dibekali lebih dari satu bakat. Oleh karena itu, mulailah saya menggali kenangan masa kecil dan masa sekolah. Saya punya bakat apalagi nih?


Waktu SD saya suka menyanyi. Tiap ada teman yang ulang tahun, saya pasti sumbang suara. Tiap ada panggung 17-an, saya juga pasti tampil menyanyi. Oh iya, nge-dance juga pernah. Sama kawan-kawan tentunya.


Waktu SMP saya suka menggambar. Terutama gambar anime. Saya suka membaca komik jepang, sehingga tertarik menggambar anime. Demi membeli sebuah komik, saya rela tidak jajan seminggu. Lama-lama saya gak kuat. Pengen jajan. Hiks. Alhamdulillah ketemu alternatifnya: gak usah beli, sewa aja. Dengan uang Rp 8.000, saya bisa baca 6 buku alih-alih cuma 1.

"Ah. Iya. Aku kan pernah bisnis juga ya waktu SMP!"


Gara-gara rajin sewa komik inilah, terbersit ide untuk menyewakan komik milik saya ke teman-teman.


Jadi paska ujian semester, biasanya ada classmeeting. Ini merupakan kegiatan bebas bagi murid. Ada kegiatan olah raga, ada yang ikut lomba, ada yang bengong-bengong di kelas, ada yang ngrumpi. Pokoknya bebas selama tidak keluar dari lingkungan sekolah.


Disinilah kesempatan saya menawarkan buku komik ke teman yang pada gabut di kelas. Dengan tarif Rp 200/2 jam, komik saya laris manis disewa teman sekelas. Sehari saya bisa menyewakan 2-5 komik. Satu komik disewa oleh 1-2 orang. Tidak sampai seminggu, saya bisa beli sebuah komik baru. Horee.


Meski nilainya 'receh', tapi kegiatan sewa komik tersebut menunjukkan bahwa saya ada bakat dagang. Bukan jual beli barang sih, tapi jual beli jasa.


Waktu SMA kegiatan sewa komik tidak saya jalankan karena ada kawan yang punya ribuan komik (satu kamar dengan puluhan rak penuh komik jepang), dan bisa dibaca gratis! Saya seperti menemukan surga 😍 "Kalau bisa baca gratis, untuk apa saya susah-susah cari duit," begitulah batin saya.


Waktu kuliah, saya terjun di dunia tarik suara karena terdesak keadaan. Saya harus mandiri agar bisa melanjutkan kuliah dengan nyaman (orang tua sudah ngos-ngosan bayar kuliah saya). Alhamdulillah, di fase ini saya merasakan apa itu konsep 'hobi dibayar'. Kerja gak berasa kerja, asyik sekali.


Setelah saya ingat-ingat lagi, saya memang cocok deh di bidang jasa. Selain sukses jual suara, saya juga sukses jual ilmu, saya juga bisa endorse produk. Bertahan sampai tahunan lho pekerjaan ini. Jual beli barang juga pernah saya coba. Jual sambal, jual arang, jual bakso, jual ayam frozen, jual sabun cuci. Tapi tidak bertahan lama. Soalnya gak laku. Hahaha. Kurang sabar saya.


Melihat rekam jejak tersebut, pada akhirnya saya menyadari bahwa saya punya bakat dagang. Ah, seandainya orang tua saya menyadari hal ini sejak dini dan ikut mendorong, mungkin saya sudah jadi enterpreneur muda 😅  Ya sudahlah. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Iya kan.


Mencoba berbisnis di usia kepala tiga  --atau lebih-- memang menjadi tantangan tersendiri. Seringkali kita terlalu banyak pertimbangan, takut ini, takut itu, sehingga tidak kunjung action. Padahal di era digital seperti sekarang cukup mudah kok untuk memulai sebuah bisnis.



• Pertama, tentukan dulu mau jual apa. Barang atau jasa.

• Kedua, pelajari product knowledge. Cari tau deskripsi barang, target pasar, dan kapasitas produksi.

• Ketiga, bikin iklan yang menarik. Fotonya harus bagus.

Tidak perlu kecil hati jika piranti yang kita punya hanya kamera HP. Beli karton putih, letakkan produk di atas karton, ambil gambar di luar ruangan yang terkena sinar matahari. Pasti fotonya bagus.



• Keempat, posting iklan produk kita di status whatsapp, atau status facebook, atau story instagram, atau twitter. Pokoknya pasang aja, lalu perhatikan respon pembaca.



• Kelima, bergabung dengan komunitas atau grup jual beli. Ini penting. Dari komunitas, kita bisa dapat relasi dan dapat ilmu. Selain itu, berkumpul bersama orang yang mempunyai semangat yang sama akan membuat kita termotivasi.
Sepupu saya awalnya hanya posting foto produk tanpa caption. Tapi setelah ikut komunitas, ia jadi terdorong untuk menceritakan ini dan itu sebagai caption postingannya. Tentu saja orang jadi lebih tertarik untuk berinteraksi dan melihat isi iklannya.

Nah, kemarin Martha lihat ada ISC ( Indo Supply Chain). Ini adalah perusahaan yang menjadi penyedia barang kebutuhan dasar, sekaligus  membantu perkembangan UKM di Indonesia. Daftar menjadi mitra ISC mudah dan gratis.



Produk ISC yang berupa kebutuhan dasar seperti beras, gula, teh, cemilan, sambal, kecap, dan aneka kebutuhan pokok ini pastinya cukup mudah dijual dan repeat order (kalau habis, pasti order lagi)



Apabila gabung jadi mitra ISC, kita bisa melewatkan langkah pertama, kedua dan ketiga sebagaimana saya tulis di atas. Barang udah tinggal milih, produk knowledge jelas, foto juga sudah tinggal di copy saja, kita gak perlu susah payah fotoin produknya satu-satu. Jadi kita bisa fokus menuju langkah keempat dan kelima aja.


Saya rasa ini bisa jadi alternatif untuk kawan-kawan yang ingin mencoba bisnis tanpa modal. Siapa tau jalan rejekinya dari situ. Pokoknya jangan menyerah sebelum mencoba 😉


You'll never know 'till you try. Kamu tidak akan tau sebelum mencobanya. Yang dulu buku tulisnya bertabur quote ini, berarti kita seangkatan 😁


Tulisan ini diikutsertakan pada Blogging Competition Indo Supply Chain bersama komunitas blogger Gandjel Rel.


ISC X Gandjel Rel


Komentar

  1. Tulisan mba Martha di FB selalu menarik, kita bs dapat ibroh dari kisah mba Martha ataupun orang lain yg mbak ceritakan. Bisnis ISC ini juga okee bisa jdi ajang belajar jualan krn tanpa modal. Pake hp sama paket data aja udah bisa jalan bisnisnya.

    BalasHapus
  2. Asyik juga ya sambil berbelanja memenuhi kebutuhan rumah tangga, kita dapat komisi dan membantu UMKM..gotong royong...

    BalasHapus

Posting Komentar